JOGLONEWS.CO, SEMARANG – Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan) Provinsi Jawa Tengah Dyah Lukisari mengungkapkan, lonjakan harga beras yang tinggi ini sebenarnya memang akumulasi dari berbagai kondisi. Salah satunya karena kemarau panjang yang mengakibatkan produksi turun.
Pihaknya mengimbau kepada petani agar tidak menjual gabah secara berlebihan kepada perusahaan penggiling. Sebab, dishanpan belum bisa membatasi perusahaan tersebut karena belum ada regulasi yang mengatur secara jelas di Jateng.
“Ini persoalannya perusahaan besar langsung masuk kepada produksi gabah kering panen (GKP), jadilah ini jor-jorannya tidak terkendali,” bebernya, Rabu (13/9).
Menurut Dyah, regulasi tersebut menjadi hal yang sangat penting. Ia berharap gagasannya didukung oleh Badan Pangan Nasional beserta Kemenko Perekonomian. Menurutnya, Jateng tak bisa langsung mengeluarkan regulasi ini secara sepihak tanpa adanya regulasi ke pemerintah pusat.
“Memang ada satu provinsi, yakni NTB yang sudah membuat kebijakan tersebut. Mungkin itu perlu diinsiasi karena efektif untuk mengendalikan harga tadi,” ucapnya.
Sementara untuk menekan harga beras, pihaknya bersinergi dengan Bulog Jateng. Baik melalui bantuan pangan berupa 10 kilogram beras hingga gerakan pasar murah (GPM). “Jadi kita bersinergi dengan Bulog untuk memenuhi defisit, mulai diluncurkan bantuan pangan dari Bulog maupun GPM, itu untuk memperkuat defisit tadi yang kekurangan,” katanya.
Selain GPM, hal krusial bagi Dyah dalam mengatasi ketersediaan stok beras ini ialah memanfaatkan jatah beras yang disediakan Bulog. Ia menyebut setiap kabupaten/kota se-Jateng yang terdampak kekeringan dengan status siaga sudah dapat memanfaatkan bantuan tersebut.
“Tetapi itu tidak ada yang memanfaatkan, karena mereka tidak tahu status (kekeringan di daerahnya) atau bagaimana regulasinya,” bebernya.
Padahal, menurut rilis yang ia terima dari BMKG, lebih dari 90 persen wilayah di Jateng telah berstatus siaga kekeringan. Pihaknya menyayangkan saat ini baru Kabupaten Boyolali saja yang memanfaatkan cadangan beras itu. Terlebih, tak seluruhnya dimanfaatkan oleh Boyolali.
“Karena statusnya mayoritas sudah siaga, daerah sudah boleh mengakses berasnya cadangan berasnya Bulog, ada 100 ton untuk setiap kabupaten/kota. Saya sudah ingatkan setiap kabupaten/kota, mereka itu sudah siaga. Boyolali, Grobogan, Blora itu sudah awas. Itu di dalam aturan sudah boleh mengakses cadangan berasnya Bulog, tetapi tidak ada yang gerak,” pungkasnya.