Friday, January 31, 2025
spot_img
HomeREGIONALJAWA TENGAHTanggapi Proses Pembuatan Raperda Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan

Tanggapi Proses Pembuatan Raperda Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan

JOGLONEWS.CO, SEMARANG – Proses pembentukan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang mendapat tanggapan dari Aliansi Peduli Perempuan (APP). Perwakilan APP Kota Semarang, Nihayatul Mukaromah mengatakan, DPRD tidak melibatkan perempuan rentan serta organisasi yang telah lama bekerja bersama perempuan miskin, rentan, dan marjinal.

“Dari substansinya, Raperda tersebut banyak mengamputasi praktik baik pemberdayaan dan perlindungan perempuan di Kota Semarang. Hal itu sebagaimana keputusan dari DPRD Kota Semarang Nomor 172.1/16 tahun 2022. Dimana Raperda ini adalah Raperda inisiatif dari DPRD, namun Raperda ini di nilai cacat dalam prosedur pembentukan dan subtansinya,” ucapnya saat konferensi pers melalui Zoom Meeting, Selasa (19/9).

Lebih lanjut, kata dia, dari sisi prosedur, pembentukan raperda ini juga dinilai tidak partisipatif lantaran proses penyusunan dan pembahasan tidak melibatkan kelompok perempuan rentan. Seperti perempuan korban kekerasan, disabilitas, HIV AIDS, perempuan yang hidup dalam kawasan rob dan banjir. Kemudian perempuan pekerja, dan perempuan yang hidup dalam konflik ektremisme.

“Dalam proses pembentukan raperda juga tidak melibatkan organisasi-organisasi masyarakat sipil yang sudah lama bekerja untuk kemajuan HAM perempuan. Itu pun hanya sekali dilibatkan dalam rapat panitia khusus (pansus) tanggal 13 September kemarin dalam agenda perumusan hasil fasilitasi akhir dari biro hukum Provinsi Jawa Tengah dan Kemenkumham Jateng,” jelasnya.

Pada saat rapat pansus, kata Niha, pihaknya dijanjikan untuk bisa memberi masukan usai tenaga ahli menyampaikan pandangannya. Namun, ketika perwakilan dari organisasi perempuan memberikan masukan justru dipotong dan di hentikan oleh pimpinan rapat dengan alasan pembahasan sudah di pertengahan.

“Dan kami tidak bisa menyampaikan masukan atau substansi terkait dengan draft Raperda tersebut. Dengan di perlakukanya perwakilan organisasi perempuan Kota Semarang saat rapat pansus seperti itu saya menilai DPRD Kota Semarang tidak serius melibatkan organisasi perempuan,” katanya.

Menurutnya, hal ini tidak sesuai dengan pasal 96 UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang mana masyarakat boleh untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan daerah. Niha mengaku mendapatkan draf Raperda per tanggal 2 Agustus 2023 dan saat dilihat ada beberapa isi yang tidak sesuai. Seperti contohnya, tidak ada aturan soal pemulihan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).

Terpisah, Ketua Pansus sekaligus Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang, Ramulyo Adi Wibowo mengonfirmasi bahwa ketidakhadiran kelompok perempuan dalam rapat Raperda merupakan misskomunikasi. Dirinya mengaku, pihaknya sudah melibatkan kelompok perempuan yang memang telah terdaftar di Pemkot Semarang.

“Dan kebetulan yang demo itu yang tidak masuk list jadi tidak sempat undang. Itu gak apa-apa. Besok (hari ini, Red.) kami undang lagi untuk bersama-sama membahas Raperda ini,” ujarnya.

Lalu, terkait dengan beberapa poin yang tidak sesuai, kata Ramulyo, itu juga akan dibahas kembali bersama kelompok perempuan. Lantaran draft itu belum final dan masih ada kemungkinan revisi.

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Populer

Recent Comments