JOGLONEWS.CO, SEMARANG – Sejumlah pedagang di Kota Semarang mulai gelisah dengan kenaikan harga cabai. Mereka terpaksa harus putar otak untuk dapat menekan biaya produksi.
Hal itu dirasakan bakul rujak gerobak dorong Sulaiman (46) yang tiap hari berjualan di sekitaran halaman kantor Gubernur Jateng. Pria yang sudah berjualan rujak sejak tahun 2000-an itu akhirnya menyiasati harga cabai naik dengan memperbanyak kacang dibanding cabainya ketika mengolah sambal rujak.
“Soalnya mahal cabai sekarang. Biasanya 2,5 ons Rp10 ribu. Sekarang Rp10 ribu cuma dapat 1 ons. Jadi ya mau enggak mau tak berbanyak kacangnya pas buat sambel. Dari pada naikin harga rujaknya kan,” ucapnya, Rabu (8/11).
Sementara itu, Lutfida, penjual nasi goreng juga sangat merasakan dampak meroketnya harga cabai berpengaruh pada jualannya. Ia menyebut dua minggu lalu harga cabai Rp 40 per kilogram. Sekarang sudah mencapai Rp 80 ribu per kilogram.
“Naiknya 100 persen. Dua minggu lalu masih Rp 40 ribu per kg, kemarin beli Rp masih 70 ribu per kg, tadi pagi beli sudah Rp 80 ribu,” ungkapnya.
Perempuan 31 tahun ini biasanya membutuhkan 1kg cabai rawit merah dalam sehari. Akibat harga terus melambung, ia pun harus putar otak agar tidak merugi.
“Naikin harga kan nggak bisa, ya diakali biasanya sambalnya pakai satu sendok setiap level, sekarang dikurangi sedikit nggak sampai satu sendok full,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Tengah Ratna Kawuri membenarkan komoditi cabai mengalami kelonjakan harga yang cukup signifikan. Kendati demikian harga cabai di setiap pedagang dan daerah terbilang fluktuatif.
Pihaknya juga melakukan pemantauan ke beberapa pasar tradisional. Salah satunya di Pasar Wage Purwokerto. Ditemukan pedagang menjual cabai dengan harga yang beragam.
“Dari hasil pantauan kenaikan sudah dua minggu ini. Ini saya sedang pantauan di Pasar Wage Purwokerto kisarannya ada yang Rp 60 ribu, Rp 80 ribu, ada yang Rp 90 ribu per kilogram, itu kenapa ada variasi harga? Karena masing-masing pedagang ngambilnya beda-beda,” kata Ratna saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (8/11).
Ratna menyebut kenaikan harga ini disebabkan karena permintaan dari masyarakat banyak. Namun pasokannya tidak bisa memenuhi kebutuhan. Selain itu, kata dia, dampak El Nino juga turut mempengaruhi produktivitas cabai.
“Kebetulan saat ini ada kemarau di tambah El Nino yang memperberat dari sisi dampak kemarau itu sehingga mempengaruhi produktivitas,” imbuhnya.
Disperindag Jateng juga berupaya melakukan pengendalian harga. Baik dari sisi hulu ke hilir. Selain itu juga memantau harga dan pergerakan suplai and demand.
“Kita dengan Tim Pengendalian Inflasi, lalu dengan Satgas ini senantiasa memantau. Untuk harganya kita tiap hari pantau pergerakannya seperti apa, nanti kita kolaborasikan dengan data produksi. Kalau sepanjang yang kita tanyakan ke pedagang dari sisi pasokan tidak ada masalah, tapi memang harganya tinggi,” tandasnya.